Dahulu semuanya terasa biasa-biasa
saja. Masuknya perusahan seolah-olah membawa dampak baik bagi kemajuan suatu
daerah. Kurang lebih 3 Tahun saya merasakan hal itu menjadi anak yang Ayahnya
menjadi satpan diperusahaan. Awalnya semua baik-baik saja, mereka begitu baik
dan ramah bahkan mereka sering memberi oleh-oleh ketika pulang ke kota dan
kembali ke kampung saya.
Sejak duduk di kelas 3 SD
kehidupan yang penuh perjuangan itu telah saya rasakan dan saya nikmati. Kadang
bahagia dan kadang hanpa. Ayah seringkali tak pulang karena berada jauh di
pegunungan. Sampai suatu hari Ayah berhenti menjadi satpam katanya dia bosan
dengan pekerjaan tersebut.
Ayah adalah seorang nelayan, dia
lebih nyaman menjadi seorang nelayan yang bertarung dengan gelombang dan angin
kencang ditengah laut. Jadi Ayah merindukan hal itu katanya. Tahun 2005 aku
masuk SMP kakaku yang giliran masuk perusahan ekplorasi. Semuanya masih terasa
biasa saja. Setiap 1-2 bulan sekali dia turun/pulang kerumah. Pasti sangat senang
ketika dia pulang karena membawah oleh-oleh berupa Shampo dan Sikat gigi baru.
Rasanya senang ketika menerima itu dari kakak.
Hampir 2 tahun lebih dia berkecimpung
di dunia pertambangan. Sampai suatu ketika dia memutuskan untuk keluar dan
ingin melanjutkan kulia. Katanya ada seorang Bapak yang menginspirasinya
"bahwa menyesal kalau tidak kulia”, kerja bisa kapan-kapan tetapi kulia
tak bisa kapan-kapan karena dibatasi usia". Tahun 2007/2008 kakak
memutuskan berangkat ke Sorong, Papua Barat untuk menempuh studi disana.
Semuanya masih terasa biasa.
Tahun 2008 bulan september saya masuk
SMA dan ceritanya dimulai dari sana. Laut yang dulu bersih mulai terlihat kotor
dan terdapat lumpur didasar laut. Pesisir pantai yang terlihat cantik mulai
bercampur warna menjadi orange dan berlumpur. Ikan yang dulunya tampak lezat
dimakan mulai hambar rasanya. Semuanya mulai berubah dan semakin berubah.
Banyak masayarakat yang berbondong-bondong melamar pekerjaan, banyak Home Stay
dan Kos-kosan dibangun. Dan Buli semakin ramai didatangi warga baru setiap
minggu dan bulannya.
Hal ini justru terlihat baik dan
biasa saja bagi mereka yang melihat itu bukan masalah, tetapi tidak dengan
saya. Termotivasi dari seorang Guru SMA saya sebut saja Pak Amir (Kepala
Sekolah Saya) dia berkata Guru yang sukses ketika siswanya lebih cerdas
darinya. Kata-kata itu mungkin terdengar biasa saja tetapi sedikit membuat saya
berpikir apa masksudnya? Saya berterimaksih kepada guru-guru saya yang selalu
memberi semangat dan pencerahan kepada saya.
Dengan meilhat semuanya itu saya
mulai berpikir, benar apa kata guru saya, saya harus mampu untuk memahami apa
yang belum dia pahami atau yang lainnya. Saya anak nelayan dan petani jika
semuanya rusak oleh pertambangan akan kemana hidup keluarga saya. Mungkin
berkerja diperusahan mendapat gaji yang besar tetapi belum tentu dapat
memberikan kenyamanan.
Kita bekerja menjadi pembantu
dinegeri sendiri dan diberi gaji yang sangat murah. Sampai pada tahun 2011 saya
memutuskan untuk berangkat ke Jogja untuk melanjutkan studi. Sebenarnya saya
mendapatkan beasiswa dari Antam untuk kulia disalah satu univeritas Negeri di
Jawa sebagai anak daerah, tetapi saya menolak karena dalam hati saya saat itu
saya ingin berjuang dan diterima dikampus dengan usaha saya sendiri. Hal itu
mengantarkan saya tiba ditempat ini dan sampai saat ini saya terus berusaha
agar mampu mengemban tugas yaitu "saya harus lebih cerdas dari Guru
saya"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar