Jumat, 03 Juli 2015

Kisah Masa Kecil Menerobos Zaman

Hari itu waktu hujan deras, aku bersama Bapak dan Ibu baru tiba dirumah. Kami bukan mandi hujan, tetapi baru pulang dari ladang. Ibu dan Bapak basah kuyup aku pun demikian.

Aku bergegas membuka pintu rumah agar Ibu segera masuk dan melepas saloinya (sebutan utnuk keranjang yang di gendong dibelakang). Hujan di sore itu menjad saksi bisu yang tak bisa berkata-kata. Aku menatap Ibu dengan penuh kasih sayang dan kesedihan. Air mataku berlianangan tetapi aku tak mau Ibu melihatnya. 

Ada satu perasaan aneh dalam hatiku yang membuatku sangat bersedih, aku ingin mengganti dan membayar cucuran keringat mereka. 
Aku yakin semua anak ingin melakukannya. Tetapi tidak semua dapat melaksanakannya.

Ayah dan Ibuku adalah sahabat terbaikku, merekalah yang membuat seperti sekarang ini. Aku selalu bersungut-sungut lahir dikeluarga ini ketika masih berusia 7-15 tahun. Tetapi ketika bernjak SMA aku mulai menyadari satu hal, aku berbedah dari anak-anak lain. Aku anak dari seorang Ayah yang penuh wibawa dan percaya diri serta sangat percaya kepada TUHAN YESUS KRISTUS.

Aku anak ketiga dari tiga bersaudara, aku selalu memiliki pemikiranku sendiri. Aku selalu ingin menunjukan bahwa aku berbedah. Akupun tiak tau menau apa yang membuatku berbedah, tapi semakin aku berpikir aku akhirnya menemukannya. Aku berbedah karena aku seorang anak perempuan yang suka melaut. Mungkin itu menurutku yang membuatku berbedah.

Waktu kecil aku jarang sekali bebas bermain, tetapi aku selalu punya cara untuk bisa dapat bermain dengan teman-teman sebayaku. Ayahku begitu keras dalam mendidik kami apalagi aku, tapi tak pernah menyulutkan niatku untuk terus bermain.

Aku sangat senang bermain Bekel (kulit kerang dan bola goni), Lompat tali, main kelereng, main karet, main tali rabus, main boy (tempurung kelapa dan bola), cege-cege(lompat pada gambaran yang ada ditanah), benteng, mobil-mobilan, kapal-kapalan dan bermain perahu. Karena kakak keduaku cowok dan dia yang selalu bermain denganku, aku sering bermain kapal-kapal dengan dia ketika kami di pulau.

Aku melewati banyak hal yang luar biasa dan tak dapat aku ungkapkan dengan kata-kata. Saat itu dimasa itu waktu aku masih kecil aku berada disana untuk selalu bermain dan bercanda ria dengan teman-teman sebayaku.

Hari ini aku kembali diingatkan oleh seorang Bapak namanya Pak Rahmat. Beliau adalah Bapak yang penuh semangat untuk bercerita tentang sebuah sejarah yang tak pernah dimakan usia. Beliau kembali membuatku teringat dengan kampung halamanku dan kedua orang tuaku. 

Satu kalimat yang begitu menyentuh adalah cara kita membalas kebaikan orang tua kita adalah dengan melanjutkan cinta kasih mereka kepada sesama dengan mengasihi mereka sesuai dengan kasih KRISTUS.

Aku menitihkan air mata ketika bercerita tentang kedua orang tuaku, dan mendengarkan beliau menceritakan berbagai macam cerita yang sederhana namun sangat memberkati saya.
Sore itu yang membuat aku bisa berada disini, di Yogyakarta