Hari
itu waktu hujan deras, aku bersama Bapak dan Ibu baru tiba dirumah. Kami bukan
mandi hujan, tetapi baru pulang dari ladang. Ibu dan Bapak basah kuyup aku pun
demikian.
Aku
bergegas membuka pintu rumah agar Ibu segera masuk dan melepas saloinya (sebutan
utnuk keranjang yang di gendong dibelakang). Hujan di sore itu menjad saksi
bisu yang tak bisa berkata-kata. Aku menatap Ibu dengan penuh kasih sayang dan
kesedihan. Air mataku berlianangan tetapi aku tak mau Ibu melihatnya.
Ada satu perasaan aneh dalam hatiku yang membuatku sangat bersedih, aku ingin mengganti dan membayar cucuran keringat mereka. Aku yakin semua anak ingin melakukannya. Tetapi tidak semua dapat melaksanakannya.
Ayah
dan Ibuku adalah sahabat terbaikku, merekalah yang membuat seperti sekarang
ini. Aku selalu bersungut-sungut lahir dikeluarga ini ketika masih berusia 7-15
tahun. Tetapi ketika bernjak SMA aku mulai menyadari satu hal, aku berbedah
dari anak-anak lain. Aku anak dari seorang Ayah yang penuh wibawa dan percaya
diri serta sangat percaya kepada TUHAN YESUS KRISTUS.
Aku
anak ketiga dari tiga bersaudara, aku selalu memiliki pemikiranku sendiri. Aku selalu
ingin menunjukan bahwa aku berbedah. Akupun tiak tau menau apa yang membuatku
berbedah, tapi semakin aku berpikir aku akhirnya menemukannya. Aku berbedah
karena aku seorang anak perempuan yang suka melaut. Mungkin itu menurutku yang
membuatku berbedah.
Waktu
kecil aku jarang sekali bebas bermain, tetapi aku selalu punya cara untuk bisa
dapat bermain dengan teman-teman sebayaku. Ayahku begitu keras dalam mendidik
kami apalagi aku, tapi tak pernah menyulutkan niatku untuk terus bermain.
Aku
sangat senang bermain Bekel (kulit kerang dan bola goni), Lompat tali, main
kelereng, main karet, main tali rabus, main boy (tempurung kelapa dan bola),
cege-cege(lompat pada gambaran yang ada ditanah), benteng, mobil-mobilan,
kapal-kapalan dan bermain perahu. Karena kakak keduaku cowok dan dia yang
selalu bermain denganku, aku sering bermain kapal-kapal dengan dia ketika kami
di pulau.
Aku
melewati banyak hal yang luar biasa dan tak dapat aku ungkapkan dengan
kata-kata. Saat itu dimasa itu waktu aku masih kecil aku berada disana untuk
selalu bermain dan bercanda ria dengan teman-teman sebayaku.
Hari
ini aku kembali diingatkan oleh seorang Bapak namanya Pak Rahmat. Beliau adalah
Bapak yang penuh semangat untuk bercerita tentang sebuah sejarah yang tak
pernah dimakan usia. Beliau kembali membuatku teringat dengan kampung halamanku
dan kedua orang tuaku.
Satu kalimat yang begitu menyentuh adalah cara kita
membalas kebaikan orang tua kita adalah dengan melanjutkan cinta kasih mereka
kepada sesama dengan mengasihi mereka sesuai dengan kasih KRISTUS.
Aku
menitihkan air mata ketika bercerita tentang kedua orang tuaku, dan
mendengarkan beliau menceritakan berbagai macam cerita yang sederhana namun
sangat memberkati saya.
Sore itu yang membuat aku bisa berada disini, di Yogyakarta
Sore itu yang membuat aku bisa berada disini, di Yogyakarta