Sebuah sarasehan yang
dilaksanakan di CD Bethesda dihadiri kurang lebih 40 orang yang rata-rata
adalah aktivitis dibidang pembangunan desa dan beberapa adalah tamu yang
diundang untuk hadir. Penyelenggara sarasehaan adalah LSM-LSM yang berorientasi
pada pendampingan serta pengabdian masayarakat. Mereka tergabung dalam satu
forum yang dinamai JKLPK. Dalam penyelenggaraan kegiatan ini mereka tidak
sendiri tetapi mereka juga bekerja sama dengan Forum LPK Jateng-DIY, DW,
LPKM/CD RS Bethesda YAKKUM dan YE. Pemateri yang dihadirkan adalah :
1.
Prof. Hj. Wuriyadi Ms
2.
Bpk. Krisdyatmiko
Masing – masing pemateri
membawah materi yang berbeda tetapi intinya sama yaitu penjelasan serta apa
manfaat dari UU Desa ini bagi masyarakat dan seberapa pentingkah UU
tersebut untuk masyarakat Desa. Mengapa undang-undang Desa ini
penting ? Menuurut Prof. Muriyadi selama ini kewenangan serta semua peraturan
desa diatur oleh kecamatan. Sehingga Desa tidak memiliki kewenangan penuh untuk
menata serta mengatur desanya. Menurut beliau selama ini Desa tak bisa mandiri
sendiri selalu diatur sehingga menyebabkan masyarakat Desa harus merantau
mencari pekerjaan dikota-kota besar. Maka UU Desa menjebatani agar pihak desa
tak lagi berurusan dengan Kecamatan melainkan langsun berurusan dengan
Kabupaten sehingga diCover.
Beliau menambahkan adalah
72.944 desa di Indonesia dan setiap desa memiliki keunikan tersendiri serta
beraneka ragam. Jadi jika desa-desa tersebut dibiarkan mandiri sendiri maka
mereka dapat berpikir untuk dapat mengelola desa sesuai kebijakan dari pihak
desa untuk kesejahteraan bersama. Pada era Soekarno pembangunan desa sudah
dilakukan yaitu dengan pembangunan karakter. Tetapi pada era Soeharto 70an hal
ini tak lagi dilakukan dan lebih difokuskan pada pembangunan pemerintaha. Hal
ini yang memicu penghambatan pembanguna desa.
Bapak Krisdyatmiko menambahkan
berangkat dari hal ini para aktivis- aktivis yang tergabung dalam IRE-FPPD pada
tahun 2006-2007 bekerja sama dengan PMD Depdagri menyusun naskah Akademik UU
Desa. Sebelumnya UU Desa telah dibahas dalam UU No. 22/1999 dan UU No. 32/ 2004
tetapi kebijakan desa masih tergabung dalam Undang-undang Otonomi
Daerah. Sehingga setiap kebijakan yang akan diambil tergantung kepada
pemerintah daerah. Harapan besar yang dari UU Desa ini adalah agar masyarakat
desa dapat mampu mengelola aset-aset milik desa seperti mengelola Rencana Tata
Ruang Desa (RTRW) sendiri. Agar supaya lahan-lahan pertanian tak semuanya
dikonversi menjadi pemukiman tetapi juga dapat memetakkan wilayah-wilayah
untuk yang berpotensi dapat dikembangkan untuk Wisata dll demi kemajuan desa
tersebut. Kembali lagi semua yang tercantum dan tercatat didalam UU No. 6 /
2014 bagaimana kebijaksaan serta kebijakan desa agar dapat mampu menyususun
RPJMDes secara mandiri tidak mengkopi dari desa lain untuk dapat digunakan
dalam pencairan dana ADD.
Selama ini banyak informasi
yang beredar dimasyarakat bahwasannya tahun 2014/2015 setiap Desa akan
memperoleh dana sebesar 1M. Tetapi setelah diklarifikasi dana itu diberikan
kepada desa berbeda-beda tergantung dari RPJMDes dan beberapa kriteria
diantaranya ; Jumlah penduduk, luas wilayah, letak geografis dan tingkat
kemiskinan suatu desa. Dengan kriteria tersebut pastilah ada desa yang
memperoleh dana lebih dari 1M dan ada pula yang dibawah 1M. Pesan terahir
dari Bapak. Agus Subagyo kepada semua aktivis yang bergerak dibidang
pendampingan serta pembangunan desa agar dapat mengawal UU ini karena untuk
PPnya sendiri sudah ditetapkan maka yang belum adalah Perdanya. Pengawalan dari
para aktivis yang lebih paham mengenai UU Desa dapat membantu penetapan Perda
agar tidak merugikan desa-desa yang belum paham apalagi untuk desa-desa di
Indonesia timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar