Kamis, 18 September 2014

Sarasehan 5 Juli 2014 CD Bethesda Pelaksanaan UU Desa No. 6 Tahun 2014 Menuju Desa yang Berdaulat, Berdikari dan Berkepribadian Pancasila




Sebuah sarasehan yang dilaksanakan di CD Bethesda dihadiri kurang lebih 40 orang yang rata-rata adalah aktivitis dibidang pembangunan desa dan beberapa adalah tamu yang diundang untuk hadir. Penyelenggara sarasehaan adalah LSM-LSM yang berorientasi pada pendampingan serta pengabdian masayarakat. Mereka tergabung dalam satu forum yang dinamai JKLPK. Dalam penyelenggaraan kegiatan ini mereka tidak sendiri tetapi mereka juga bekerja sama dengan Forum LPK Jateng-DIY, DW, LPKM/CD RS Bethesda YAKKUM dan YE. Pemateri yang dihadirkan adalah :
1.     Prof. Hj. Wuriyadi Ms
2.     Bpk. Krisdyatmiko
Masing – masing pemateri membawah materi yang berbeda tetapi intinya sama yaitu penjelasan serta apa manfaat dari UU Desa ini bagi masyarakat dan seberapa pentingkah UU tersebut  untuk masyarakat  Desa. Mengapa undang-undang Desa ini penting ? Menuurut Prof. Muriyadi selama ini kewenangan serta semua peraturan desa diatur oleh kecamatan. Sehingga Desa tidak memiliki kewenangan penuh untuk menata serta mengatur desanya. Menurut beliau selama ini Desa tak bisa mandiri sendiri selalu diatur sehingga menyebabkan masyarakat Desa harus merantau mencari pekerjaan dikota-kota besar. Maka UU Desa menjebatani agar pihak desa tak lagi berurusan dengan Kecamatan melainkan langsun berurusan dengan Kabupaten sehingga diCover.

Beliau menambahkan adalah 72.944 desa di Indonesia dan setiap desa memiliki keunikan tersendiri serta beraneka ragam. Jadi jika desa-desa tersebut dibiarkan mandiri sendiri maka mereka dapat berpikir untuk dapat mengelola desa sesuai kebijakan dari pihak desa untuk kesejahteraan bersama. Pada era Soekarno pembangunan desa sudah dilakukan yaitu dengan pembangunan karakter. Tetapi pada era Soeharto 70an hal ini tak lagi dilakukan dan lebih difokuskan pada pembangunan pemerintaha. Hal ini yang memicu penghambatan pembanguna desa.

Bapak Krisdyatmiko menambahkan berangkat dari hal ini para aktivis- aktivis yang tergabung dalam IRE-FPPD pada tahun 2006-2007 bekerja sama dengan PMD Depdagri menyusun naskah Akademik UU Desa. Sebelumnya UU Desa telah dibahas dalam UU No. 22/1999 dan UU No. 32/ 2004 tetapi kebijakan desa masih  tergabung dalam  Undang-undang Otonomi Daerah. Sehingga setiap kebijakan yang akan diambil tergantung kepada pemerintah daerah. Harapan besar yang dari UU Desa ini adalah agar masyarakat desa dapat mampu mengelola aset-aset milik desa seperti mengelola Rencana Tata Ruang Desa  (RTRW) sendiri. Agar supaya lahan-lahan pertanian tak semuanya dikonversi menjadi pemukiman tetapi juga  dapat memetakkan wilayah-wilayah untuk yang berpotensi dapat dikembangkan untuk Wisata dll demi kemajuan desa tersebut. Kembali lagi semua yang tercantum dan tercatat didalam UU No. 6 / 2014 bagaimana kebijaksaan serta kebijakan desa agar dapat mampu menyususun RPJMDes secara mandiri tidak mengkopi dari desa lain untuk dapat digunakan dalam pencairan dana ADD. 

Selama ini banyak informasi yang beredar dimasyarakat bahwasannya tahun 2014/2015 setiap Desa akan memperoleh dana sebesar 1M. Tetapi setelah diklarifikasi dana itu diberikan kepada desa berbeda-beda tergantung dari RPJMDes dan beberapa kriteria diantaranya ; Jumlah penduduk, luas wilayah, letak geografis dan tingkat kemiskinan suatu desa. Dengan kriteria tersebut pastilah ada desa yang memperoleh dana lebih dari 1M dan ada pula yang dibawah 1M. Pesan terahir dari Bapak. Agus Subagyo kepada semua aktivis yang bergerak dibidang pendampingan serta pembangunan desa agar dapat mengawal UU ini karena untuk PPnya sendiri sudah ditetapkan maka yang belum adalah Perdanya. Pengawalan dari para aktivis yang lebih paham mengenai UU Desa dapat membantu penetapan Perda agar tidak merugikan desa-desa yang belum paham apalagi untuk desa-desa di Indonesia timur.


Tidak ada komentar: