Jumat, 12 Desember 2014

Ketika Yang Muda Berkarya

Dengan nama Elisabeth Novia Listiawati dan kelahiran Karanganyar, 21 November 1993 adalah seorang mahasiswa aktif di Universitas Mercubuana Yogyakarta Fakultas Industri, Prodi Angroteknologi (2011). Sebagai mahasiswa Agroteknologi Dia bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Agroteknologi dan mengikuti berbagai kegiatan yang diselenggarkan oleh organisasi tersebut.
 Diantara kegiatan yang di ikiuti salah satunya adalah kegiatan bina Desa pada tahun 2012-2014. Pada awal Maret 2014 Dia dan beberapa rekannya yang tergabung dalam satu tim memiliki inisiatif mengajukan proposal untuk mengikuti Program Hibah Bina Desa oleh Dirjen Dikti. Ada beberapa tahap yang harus mereka lalui, yaitu pra proposal, proposal dan presentasi. 

Tema yang diusung dalam proposal mereka adalah budidaya tanaman jahe.
Dari 1200 buah proposal yang diajukan untuk Dana Hibah hanya 75 proposal yang disetujui dan diberi dana untuk pengembangannya. Kelompoknya termasuk salah satu yang terpilih. Sudah pasti untuk sampai ke titik ini, banyak proses panjang harus dilewati dan hasilnyapun sungguh sangat memuaskan.Setelah proposal mereka di setujui, mereka harus segera menentukan desa mana yang akan mereka tuju untuk menjadi sasaran pembinaan kelompoknya. 

Dari berbagai kriteria untuk menjadi desa binaan, akhirnya mereka memilih desa Kaderowo, Gilangharjo, Pandak, Bantul. Desa ini dihuni oleh enampuluh kepala keluarga dan rata-rata adalah petani. Desa ini terpilih karena para petani disini sangat banyak memiliki waktu luang dan kadang mereka hanya menunggu dan menanti akan musim panen. Jika mereka memiliki pekerjaan tambahan maka mereka dapat lebih produktif lagi dan dapat menjadi mandiri.

Hasil kerja keras mereka tak sia-sia karena setidaknya mereka dapat mengimplentasikan ilmu mereka langsung ke lapangan dan dapat berbaur dengan masyarakat sekitar mereka. Membudidayakan jahe cukup prospek jika ditekuni. Mulai dari pembibitan pada usia tiga minggu sudah bisa dijual dengan harga Rp. 3000,- per polibek sedangkan yang usianya 1-2 bulan dijual dengan harga Rp. 6000,- per polibek.

Jenis jahe yang dibudidaya sendiri adalah jahe emprit, jahe gajah, dan jahe merah. Untuk jenis panennya sendiri berbeda-beda tergantung akan dijadikan apa jahe tersebut nanti. Karena jahe yang di budidaya disini sudah dijadikan manisan dengan masa panen empat bulan, sirup dan emping jahe dengan masa panen delapan sampai Sembilan bulan.
Untuk dapat mengawetkan jahe tak perlu dengan cara yang sulit hanya perlu menjadikannya simplisia dan dapat disimpan dengan masa waktu yang lama. Jika telah dijadikan simplisia dan dibubukan maka harga jualnya akan semakin mahal tergantung dari jenis jahe dan harga jual mentahnya. Semakin mahal harga jahe mentahnya maka harga bubuk simplisianya akan semakin mahal berkisar antara Rp. 100.000;- - 150.000; per kg-nya. Dari ketiga jenis jahe yang dibudidaya disini yang paling mahal adalah jahe merah.
Harapan dari Elis dan teman-temanya yang tergabung dalam tim Bina Desa ini tak banyak, yang mereka inginkan dari para petani adalah mereka tidak lagi bergantung pada produk-produk luar dan mereka mampu membuat produk sendiri dengan hanya berbahan jahe. Dan yang paling mengesankan Dia berharap agar desa ini dapat menjadi satu desa penghasil bahkan menyuplai jahe. Jika memungkinkan dapat juga menjadi desa yang terkenal dengan sebutan desa jahe. Hal uniknya lagi mereka tak menggunakan pupuk kimia melainkan pupuk organik yaitu kompos.

Jika petani kita bisa mandiri dalam membuat dan menyiapkan bibit, menanam, memanen, dan dapat mengolahnya menjadi produk jadi, maka kita akan dapat memberi sumbangsih pada negeri ini dalam memerangi produk Impor. Semangat selalu Elis, saya yakin masih banyak Elis-elis lain di luar sana.

1 komentar:

Kabar Baik mengatakan...

ciee mbak Elis... :D